Sabtu, 19 September 2009

KHUTBAH IDUL FITRI KBRI TRIPOLI

KHUTBAH IDUL FITRI
KBRI Tripoli 1 Syawal 1430/Sabtu, 19 September 2009‎
Oleh: H.Nandang Nursaleh

اَللهُ أَكْبَرُ‎, ‎اَللهُ أَكْبَرُ‎, ‎اَللهُ أَكْبَرُ‎ * ‎اَللهُ أَكْبَرُ‎, ‎اَللهُ أَكْبَرُ‎, ‎اَللهُ أَكْبَرُ‎ *‎اَللهُ أَكْبَرُ‎, ‎اَللهُ أَكْبَرُ‎, ‎اَللهُ أَكْبَرُ*‏
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاَ. لاَ اِلَهَ إِلاّ اللهُ وَحْدَهُ, صَدَقَ وَعْدَهُ, وَنَصَرَ ‏عَبْدَهُ, وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لااله الاالله ولا نعبد إلا إياه مخلصين له الدين ولو كره ‏الكافرون ولو كره المشركون ولو كره المنافقون لااله الاالله و الله اكبر الله اكبر ولله الحمد*‏‎
الحمد لله الذى أنعم علينا وهدانا إلى دين الأ سلام وجعل رمضان شهرا مباركا ورحمة للناس ‏واشكروا نعمة الله ان كنتم إياه تعبدون ولعلكم تتقون*‏
‏ أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَحْدَهُ َلا شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ‎. ‎اللَّهُمَّ صَلِّ ‏وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِينَ وَتَابِعِيْهمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ‎.
أَمَّا بَعْدُ, فَيَا عِبَادَ الله إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ‎.‎

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd...‎
Hadirin jamaah idul fitri KBRI Tripoli yang berbahagia..‎

Sejak hari kemarin, ketika cahaya mentari mulai redup menggelapkan mayapada; gegap ‎gempita gema takbir, tahlil, dan tahmid; membahana di sebagian penjuru planet bumi. Gemuruh ‎mengagungkan asma Allah ini, terus menerus berkumandang secara estafet, diawali dari hari ‎kemarin di sudut bumi paling timur sampai malam nanti di kawasan dunia paling barat. Sang ‎surya yang menjadi pusat edar dari galaksi bimasakti bersama sejumlah planet yang ditundukkan ‎dan dipatuhkan mengelilinginya, termasuk planet bumi ini, akan menjadi saksi dari sekitar 1,5 ‎milyar umat manusia yang sudah menyatakan ketundukan dan kepatuhannya kepada sang ‎Pencipta, Alloh SWT. Selama lebih 24 jam tak henti-hentinya planet bumi menggemakan dan ‎memancarkan aura dari suara takbir, tahlil, dan tahmid kaum muslimin. Bahkan sesungguhnya, ‎bukan hanya kita sebagai manusia saja yang menggemakan keagungan dan kesucian Alloh SWT; ‎dalam ekspresi yang berbeda, bumi dan langit serta seluruh yang ada di dalamnya; mulai dari ‎butiran atom yang terkecil sampai gugusan galaksi yang terbesar, jutaan bintang-bintang dan ‎milyaran planet, binatang dan seluruh speciesnya, tumbuhan dan seluruh keanekaragamannya, ‎ratusan ribu malaikat dan milyaran makhluk jin, ribuan arwah para nabi dan rasul, para wali dan ‎arwah nenek moyang kita yang soleh… pada saat ini, semuanya serempak menggemakan ‎keagungan sang Khaliq. Bahkan bukan hanya hari ini, Secara sunatullah sesungguhnya jagat raya ‎tak pernah diam, senantiasa tunduk kepada Allah, mensucikan nama-Nya, mengagungkan ‎kebesaran-Nya, memuji karya-karya-Nya, dan mengesakan dzat-Nya

يَُسبِّحُ لِلَّهِ مَا فِيْ السَمَوَاتِ وَمَا فِي ْالأَرْضِ اْلمَلِكِ ْالقُُدُّسِ الْعَزَيْزِ ْالحَكِيْمِ
‎"Senantiasa bertasbih mensucikan asma Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Ia ‎Raja Diraja, Yang Maha Suci, Yang Maha Digjaya, lagi Maha Bijaksana" (QS. Al-Jumu'ah:1)‎

Allohu akbar allohu akbar walillahilhamd.‎
Alloh maha agung... segala puji bagi Alloh yang maha Agung
Hadirin jamaah idul fitri yang berbahagia…‎
Pada pagi ini, kita semua di lapangan KBRI Tripoli ini, mendapat giliran menggemakan ‎takbir, tahlil, dan tahmid tersebut. Walaupun kita jauh dari tanah air, keluarga, dan handai taulan.. ‎tetapi tetap kita bersemangat untuk datang menghadap panggilan Allah SWT, menundukkan hati ‎diharibaan-Nya, dan khusyu menggemakan pujian-pujian untuk-Nya; mengagungkan kebesaran-‎Nya, seraya menyadari betapa kerdilnya kita dihadapan-Nya, betapa perlunya kita pada karunia-‎Nya, dan betapa tidak berartinya kehidupan ini tanpa petunjuk dan bimbingan-Nya.‎
Hari ini kita merayakan hari yang sangat istimewa, hari raya idul fitri. Betapa tidak, hari ‎ini Islam melegitimasi penganutnya untuk bersuka cita, memakai pakaian dan wangi-wangian ‎yang terbaik dan menghidangkan makanan yang istimewa dan diharamkan berpuasa. Hari ini ‎adalah hari kemenangan bagi kita sebagai kaum muslimin dalam melawan hawa nafsu di bulan ‎Ramadan yang lalu. Dari sisi spiritualitas, hari ini adalah hari yang suci; orang-orang dewasa ‎dilahirkan kembali oleh Ramadan menjadi sosok-sosok bayi yang suci. Suci dari kotoran-kotoran ‎jiwa dan penyakit hati yang mungkin telah mengidap dalam diri kita selama kurun waktu 11 bulan ‎yang lalu. Oleh karena itu, 1 bulan dalam 1 satu tahun secara totalitas kaum muslimin difasilitasi ‎oleh Alloh swt untuk melakukan terapi dan perawatan sehingga kotoran-kotoran jiwa dan ‎penyakit-penyakit nurani itu, dibersihkan dan disucikan. Dengan demikian orang yang telah ‎mengikuti prosesi Ramadan diharapkan dapat keluar dalam keadaan bersih dan suci dari noda dan ‎dosa.. Inilah fungsi Ramadan sebagai sarana untuk penebusan dosa.‎
Jika kita membaca referensi agama dan kepercayaan yang ada di dunia ini, kita akan ‎menemukan bahwa setiap agama memiliki konsep dan metode tentang penebusan dosa umatnya. ‎Ada yang menebusnya dengan cara menyerahkan sejumlah uang atau harta benda kepada pemuka ‎agama, ada yang mengorbankan tumbal, bahkan dalam sekte-sekte agama tertentu, penebusan ‎dosa dilakukan dengan cara melukai diri atau bahkan bunuh diri. ‎
Islam memberikan banyak konsep penebusan dosa yang semuanya sangat praktis, ‎humanis, dan rasional. Misalnya, dosa-dosa kecil yang kita lakukan secara langsung kepada ‎Allah, bisa pupus hanya dengan istigfar, siraman air wudlu, atau memperbanyak sedekah. Untuk ‎dosa yang lebih besar bisa dimaafkan dengan meminta ampun, salat taubat, seraya berjanji tak ‎mengulangi kembali. Jika dosanya bersangkut paut dengan individu manusia, semisal ‎menggunjing, memfitnah, menyakiti; maka harus terlebih dahulu diselesaikan antar individu ‎tersebut dengan meminta maaf. Atau jika dosanya berkaitan dengan kemaslahatan umum maka ‎penegakan hukum tebusannya. Jika dosa-dosa kemanusiaan ini tidak diselesaikan di dunia maka ‎mahkamah rabbaniah di akhirat yang akan mengadilinya. Tentu saja kita tidak ingin berurusan ‎dengan pengadilan Alloh yang tanpa pandang bulu. Apalagi kalau gara-gara dosa kemanusiaan, ‎kita menjadi orang yang divonis bangkrut di akhirat kelak. Sebagaimana diceritakan dalam hadits: ‎Rasulullah SAW. bertanya kepada para sahabat: Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut? ‎Para sahabat menjawab: orang yang bangkrut adalah mereka yang tidak memiliki uang dan ‎harta benda yang tersisa. Kemudian Rasulullah menyanggah: Bukan, Orang yang benar-benar ‎bangkrut (pailit) di antara umatku ialah orang yang di hari kiamat datang membawa seabrek ‎pahala shalat, puasa dan zakat; tapi (sementara itu) datanglah orang-orang yang menuntutnya, ‎karena ketika (di dunia) ia mencaci ini dan menuduh itu, memakan harta si ini dan menyakiti si ‎itu, melukai si itu dan memukul si ini. Maka diberikanlah pahala-pahala kebaikannya kepada si ini ‎dan si itu.. Jika ternyata pahala-pahala kebaikannya habis sebelum dipenuhi apa yang menjadi ‎tanggungannya, maka diambillah dosa-dosa si ini dan si itu (yang pernah di dzaliminya) dan ‎ditimpakan kepadanya. Kemudian dicampakkanlah ia ke dalam api neraka.” (HR. Muslim dari ‎Abu Hurairah).‎

Hadirin Jamaah idil Fitri yang berbahagia…‎
Ternyata mulut, tangan, kaki, dan anggota tubuh kita yang biasa kita gunakan untuk ‎beribadah, bersujud, berdzikir, berpuasa, berzakat; dapat membuat kita pailit kelak. Tidak hanya ‎menghabiskan modal pahala yang kita tumpuk sepanjang umur kita tapi bahkan dapat ‎menimpakan dosa orang lain menjadi tanggung jawab kita. Ini semua disebabkan karena kita ‎terlalu meremehkan dosa dan kesalahan terhadap sesama. ‎
Oleh karena itu, dipenghujung Ramadan setelah dosa-dosa kita di ampuni oleh Alloh, ‎maka selanjutnya adalah saling memaafkan di antara sesama manusia agar kita betul-betul suci ‎terbebas dari dosa kemanusiaan yang dapat membangkrutkan pahala kita di akhirat kelak.‎

Allohuakbar 3X walillahilhamd
HAdirin JAmaah Idil Fitri yang berbahagia…‎
Inilah sesungguhnya makna idul fitri yang dimaksudkan. Secara etimologis, kata ied ‎berarti kebiasan yang berulang, sedangkan fitri berasal dari kata fatara yang berarti menciptakan ‎atau asal mula atau original. Jadi secara Filosofi, idul fitri memiliki arti hari raya yang berulang ‎setiap tahun yang mengembalikan manusia dalam keadaan bersih, suci, terbebas dari segala dosa ‎sebagaimana asal mula penciptaannya.‎
Demikianlah Islam menilai, bahwa manusia dilahirkan ke dunia dalam kejadian asal yang ‎suci (fithrah) tanpa dosa sedikitpun. Seandainya tidak ada pengaruh lingkungannya, manusia ‎diasumsikan akan tumbuh dalam kesucian itu. Firman Allah dalam Surat ar-Rum ayat 30:‎
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ
‏ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ [الروم : 30‏‎[‎
‎“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama secara benar, menurut fitrah Allah yang atas itu ‎pula Allah menciptakan manusia. Tiada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus, ‎tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.‎
Juga sabda Nabi SAW: ‎كل مولود يولد على الفطرة ‏
‎“setiap manusia dilahirkan dalam kesucian”.‎
Kesucian asal itu bersemayam dalam hati nurani dan selalu mendorong manusia untuk senantiasa ‎mencari, berpihak, dan berbuat yang baik dan benar.‎
Akan tetapi, meskipun dasarnya suci, manusia adalah makhluk yang lemah, mudah ‎membuat kesalahan, sehingga tergelincir ke dalam dosa yang menjadikan dirinya tidak suci lagi. ‎Manusia mudah tertarik kepada hal-hal yang sepintas lalu menawarkan kesenangan, padahal ‎dalam jangka panjang membawa malapetaka. Itulah sebabnya dalam agama kita ada ritus-ritus ‎penyucian diri, dan ibadah puasa merupakan ritus yang utama untuk membakar habis dosa-dosa ‎kita. Bukanlah suatu kebetulan, jika bulan yang baru saja kita lalui bernama Ramadhan, yang ‎secara harfiah berarti “bulan pembakaran”.‎
Inti Idul Fitri adalah bersihnya kita dari segala dosa. Kesucian diri ini perlu terus kita ‎pelihara, karena pada hakikatnya proses penyucian diri ini merupakan jihad an-nafs, proses yang ‎sustainable, yang terus-menerus harus kita jalani sepanjang hidup. Betapa sulitnya proses ini ‎sehingga Al-Qur’an menyebutnya sebagai al-`aqabah atau “jalan mendaki”. Sebagai manusia ‎yang lemah, kita mungkin pernah tergelincir dalam kesalahan terhadap manusia yang lain, baik ‎melalui ucapan maupun perbuatan. Dalam pergaulan sehari-hari sering terjadi pertikaian ataupun ‎kesalahfahaman antara sesama anggota masyarakat, antara sesama kolega ditempat bekerja, ‎bahkan sering terjadi perselisihan dalam satu keluarga, antara suami dan istri, antara anak dan ‎orang tua, antara kakak dan adik. Marilah kita jadikan 1 Syawal 1430 Hijriah ini sebagai ‎momentum untuk menghabisi perasaan dendam dan amarah yang mungkin tumbuh pada saat kita ‎lalai dan terbawa oleh emosi. Marilah kita buka lembaran kehidupan yang baru, yang lebih akrab, ‎yang bersih dari suasana pertikaian, sesuai dengan kesucian Idul Fitri.‎

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
La ilaha illallahu wallahu akbar.
Allahu Akbar wa lillahilhamd.‎
Sejak Idul Fitri resmi jadi hari raya umat Islam, tepatnya pada tahun II ‎H. kita disunahkan ‎untuk merayakannya sebagai ungkapan syukur atas ‎kemenangan jihad akbar melawan nafsu ‎duniawi selama Ramadhan. Tapi ‎Islam tak menghendaki perayaan simbolik, bermewah-mewah. ‎Apalagi sambil ‎memaksakan diri. Islam menganjurkan perayaan ini dengan kontemplasi dan ‎‎tafakur tentang perbuatan kita selama ini.‎
Syeikh Abdul Qadir al-Jailany dalam al-Gunyah-nya berpendapat, merayakan ‎Idul Fitri ‎tidak harus dengan baju baru, tapi jadikanlah Idul fitri ajang tasyakur, ‎refleksi diri untuk kembali ‎mendekatkan diri pada Allah Swt. Idul Fitri adalah momentum mengasah ‎kepekaan sosial kita. ‎Ada pemandangan paradoks, betapa disaat kita ‎berbahagia hari ini, saudara-saudara kita di ‎tempat-tempat lain masih banyak ‎menangis menahan lapar dan derita. Di Palestina mereka ‎merayakan Idul Fitri di bawah ancaman mortir dan moncong senjata pasukan Israel. Di negeri-‎negeri lain, kaum muslimin merayakan ied dengan perasaan tidak nyaman, karena mereka ‎minoritas dan termarjinalisasi.‎
Kita sebagai bangsa Indonesia patut bersyukur. Allah SWT telah menakdirkan bangsa ‎Indonesia sebagai bangsa yang umat Islamnya paling banyak di muka bumi. Tidak ada negara ‎manapun yang penduduk Muslimnya lebih banyak dari negara kita. Ditambah pula dengan ‎anugerah Ilahi berupa sumber daya alam yang berlimpah. Bahkan Negara kita pada pertengahan ‎dasawarsa 90-an, dipandang oleh dunia internasional sebagai salah satu dari Macan-Macan Asia ‎di bidang ekonomi.‎
Namun, tiba-tiba saat ini, nikmat Allah itu tercerabut dari negeri kita. Krisis demi krisis ‎menimpa negara dan bangsa Indonesia. Berbagai bencana alam datang silih berganti. Baru-baru ‎ini terjadi gempa bumi di jawa bagian barat dan beberapa wilayah lainnya. Gempa itu, tak sedikit ‎memakan korban manusia, harta benda, dan menghabiskan triliunan rupiah. Kejahatan dan teror ‎merajalela, sifat ramah bangsa kita seolah-olah lenyap menghilang.‎
Apa yang sebenarnya sedang terjadi di negeri kita ini? Mengapa nikmat Allah berubah ‎menjadi bencana? Mengapa negeri yang kaya raya dan terpandang kini menjadi negeri miskin dan ‎penghutang besar? Mengapa masyarakat yang terkenal santun dan rukun berubah menjadi liar dan ‎saling bermusuhan? Mengapa orang-orang yang tidak berdosa atau tidak bersalah harus pula ‎menanggung musibah ini? Bukankah mayoritas penduduk negeri ini mengaku beriman kepada ‎Allah, dan bukankah di negeri ini terdapat banyak ulama, ahli waris para nabi dan pemberi ‎peringatan?‎
Kita mungkin akan tersadar jika membaca firman Allah dalam Surat al-Anfal ayat 25:‎
وَاتَّقُواْ فِتْنَةً لاَّ تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنكُمْ خَآصَّةً، وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ [الأنفال : 25‏
‎ “Peliharalah dirimu dari malapetaka yang tidak hanya menimpa orang-orang zalim saja di ‎antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaNya.” ‎
Juga Surat al-Anfal ayat 53–54:‎
ذَلِكَ بِأَنَّ اللّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّراً نِّعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمْ وَأَنَّ اللّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ *‏
َكدَأْبِ آلِ فِرْعَوْنَ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ كَذَّبُواْ بآيَاتِ رَبِّهِمْ فَأَهْلَكْنَاهُم بِذُنُوبِهِمْ وَأَغْرَقْنَا آلَ فِرْعَونَ وَكُلٌّ كَانُواْ ظَالِمِينَ ‏الأنفال : 53-54‏‎]‎
‎“Siksaan yang demikian itu terjadi karena sesungguhnya Allah tidak mengubah nikmat yang telah ‎dianugerahkanNya kepada suatu bangsa sehingga bangsa itu sendiri mengubah apa yang ada ‎pada diri mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Keadaan ‎bangsa itu sama dengan keadaan Fir`aun dan pengikutnya serta orang-orang sebelumnya. ‎Mereka mendustakan ayat-ayat Tuhannya. Maka Kami binasakan mereka lantaran dosa-dosa ‎mereka sebagaimana Kami tenggelamkan Fir`aun dan pengikutnya. Semuanya adalah orang-‎orang zalim”(QS Al-Anfal 53-54).‎
Mungkin bangsa kita telah zalim sebagaimana Fir`aun dan para menterinya: Qarun, ‎Haman, Bal`am serta para pengikutnya. Barangkali para penguasa, pengendali pemerintahan dan ‎pengambil keputusan dalam masyarakat kita telah berperilaku seperti Fir`aun, merasa berkuasa ‎mutlak dan berlaku sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Boleh jadi para penguasa, para wakil ‎rakyat, para aparatur negara dan para pengusaha telah menjadi rakus seperti Qarun yang ‎mengumpulkan kekayaan dan harta tanpa peduli halal atau haram. Jangan-jangan para sarjana, ‎ilmuwan dan kaum intelektual dalam masyarakat kita telah menjadi Haman yang mendedikasikan ‎kecendekiaannya untuk kepentingan penguasa dan mengelabui rakyat. Dan tidaklah terbayangkan ‎jika para ulama dan ahli agama dalam masyarakat kita telah menjadi seperti Bal`am yang menjual ‎ayat-ayat Allah demi kepuasan nafsu dan mengemas kecintaan pada dunia dengan bungkus ‎agama.‎
Atau barangkali kita telah terbiasa bersikap feodal seperti umat Nabi Nuh a.s. yang senang ‎disanjung dan suka menghina sesama hanya karena perbedaan status sosial. Padahal Nabi Nuh a.s. ‎telah berseru: ‎
ألا تتقون ؟
Mengapa kalian tidak bertaqwa? Lalu Allah menghanyutkan mereka dengan air bah tanpa sisa ‎‎(Asy-Syu`ara’ 105-122).‎
‎ ‎ Atau barangkali kita telah bersikap sombong seperti kaum `Ad yang tidak mau mendengar ‎nasehat karena merasa menguasai ilmu dan teknologi. Padahal Nabi Hud a.s. telah berseru: ‎
ألا تتقون ؟
Mengapa kalian tidak bertaqwa? Lalu Allah membinasakan mereka semua (Asy-Syu`ara’ 123-‎‎140).
Atau barangkali kita telah menjadi serakah seperti kaum Tsamud yang mencari kekayaan ‎dengan cara yang bathil. Padahal Nabi Shaleh a.s. telah berseru: ‎
ألا تتقون ؟
Mengapa kalian tidak bertaqwa? Lalu Allah menurunkan azab bagi mereka (Asy-Syu`ara’ 141-‎‎159).‎
Atau barangkali kita telah melampaui batas seperti penduduk Sodom yang merusak ‎tatatan rumah tangga dan nilai-nilai kehidupan keluarga. Padahal Nabi Luth a.s. telah berseru:‎
ألا تتقون ؟
‎ Mengapa kalian tidak bertaqwa? Lalu Allah melenyapkan mereka di laut Mati (Asy-Syu`ara’ ‎‎160-175).‎
Atau barangkali kita suka berlaku curang seperti penduduk Aikah (Madyan) yang ‎merugikan hak-hak orang lain. Padahal Nabi Syu`aib a.s. telah berseru: ‎
ألا تتقون ؟
Mengapa kalian tidak bertaqwa? Lalu Allah mendatangkan siksaan bagi mereka (Asy-Syu`ara’ ‎‎176-191).‎

Allohuakbar 3 x walillahilhamd
Potret-potret bangsa terdahulu yang diceritakan al-Qur'an dan dimusnahkan oleh Alloh ‎karena menentang perintah-Nya, nampaknya semakin terrefleksi oleh bangsa kita saat ini. Para ‎kiai, ustad, dan ulama setiap detik menyampaikan dakwahnya di masjid, majlis taklim, melalui ‎tulisan; bahkan dibulan Ramadan ini TV kita dikhiasi oleh acara-acara bernuansa Islami. Namun ‎bersamaan dengan itu pula, kemaksiatan tumbuh subur, bahkan tampak lebih ekstrim. Di Bulan ‎Ramadan tak sedikit orang secara terang-terangan melakukan kemunkaran, makan minum atau ‎merokok di siang bolong seolah-olah dirinya menjadi pahlawan yang berani menentang Tuhan. ‎
Pada Lebaran tahun lalu, khatib pernah menelusuri kawasan indekos mahasiswa di ‎kawasan pendidikan tinggi di kota Bandung. Sungguh terkejut ketika membaca sebuah pamflet ‎pengumuman yang tertempel di dinding tembok yang isinya undangan silaturahmi yang ‎dilaksanakan oleh perkumpulan kaum homoseksual, gay dan lesbian yang anggotanya justru ‎banyak dari mahasiswa dan intelektual. Penduduk Sodom, kaumnya nabi Luth yang ‎ditenggelamkan di laut Mati, saat ini ternyata tumbuh subur di negeri kita.‎
Bertubi-tubinya bencana di negeri kita harus menjadi perhatian bersama, jika kita tidak ‎mengharapkan generasi kita musnah. Para ilmuwan sekular boleh-boleh saja mengemukakan ‎argumentasi logisnya mengenai bencana alam, para ahli geologi bebas-bebas saja berteori tentang ‎gempa bumi baik vulkanik atau tektonik yang melingkupi kepulauan Indonesia, adalah sebagai ‎gejala alam semata.‎
Gempa yang mengejutkan kita di Tasikmalaya Jawa Barat pada bulan Ramadan ini dan ‎telah memakan ratusan korban dan kerugian triliunan harta benda, atau bencana-bencana alam ‎lainnya; seringkali hanya mampu dijelaskan penyebabnya secara parsial dari sudut pandang teori-‎teori ilmiah. Bahkan seringkali penjelasan teoretik hanya memperdangkal dan mempersempit ‎persepsi masyarakat tentang kesatuan sistemik jagat raya, tentang hubungan antara prilaku ‎manusia dengan gejala alam dan sang pencipta.‎
Islam memiliki persepsi yang komprehensif dalam memandang semua fenomena alam. ‎Bukan hanya dari sisi logika ilmiah tetapi juga dari sudut pandang ilahiah. Islam tidak menafikan ‎peran logika dalam menafsirkan gejala Alam. Justru mendorong agar manusia terus berfikir.‎
Tetapi Islam juga membimbing dan menjelaskan hakikat-hakikat melalui informasi-‎informasi yang bersumber dari sang pencipta alam semesta yang dibawa oleh utusan-Nya ‎Rasulullah SAW.‎
Islam menilai fenomena alam yang mengakibatkan musibah, terjadi tidak berdiri sendiri ‎atau hanya suatu kebetulan semata. Jangankan bencana alam, selembar daun jatuh pun dari ‎pohonnya sudah sudah diatur sedemikian rupa oleh Allah SAW. Oleh karena itu bencana Alam ‎tidak bersifat independen, ia saling berhubungan antara Tuhan, manusia, dan alam itu sendiri. ‎
Kalau khatib boleh menisbatkan hubungan antara Tuhan, manusia dan Alam semesta; ‎maka ibarat sebuah perusahaan besar. Sederhananya, Tuhan adalah sang pemilik atau komisaris ‎perusahaan, manusia adalah manager yang mengelola, dan alam semesta adalah perusahaan itu ‎sendiri. Manager bertugas mengelola perusahaan agar untung dan mampu menyejahterakan ‎karyawannya sesuai dengan ketentuan dan aturan main yang bersumber pada AD/ART ‎perusahaan. Dalam hal ini, manusia sebagai manager bertugas mengelola dan memelihara alam ‎semesta ini. Islam menyebut manusia sebagai khalifatullah yang bertugas memakmurkan bumi ‎agar menjadi rahmat atau karunia bagi manusia dan makhluk lainnya. Ketentuan dan aturan main ‎dalam mengelola alam semesta ini harus bersumber pada AD/ART perusahaan alam semesta ini ‎yaitu Al-Quran dan As-Sunnah yang sudah disepakati dan diberikan oleh sang pemilik ‎perusahaan, Alloh SWT. Jika manager berprestasi mengelola perusahaan maka ia pantas ‎mendapat penghargaan. Begitupun sebaliknya, jika manager melakukan kesalahan atau melanggar ‎aturan main, maka langkah pertama, koleganya harus memberikan teguran atau peringatan. ‎Namun jika peringatan kolega tidak mempan dan manager semakin merugikan dan mengancam ‎keberlangsungan perusahaan, maka komisaris boleh memutuskan untuk memberi sanksi yang lebih ‎berat bahkan memecat. ‎

Begitu pula manusia, jika dalam mengelola alam ini dan seisinya, memiliki prestasi yang ‎baik maka ia pantas mendapat keberkahan dan kasih sayang Allah SWT. Namun jika manusia ‎melakukan kesalahan atau melanggar aturan main yang termaktub dalam al-Qur'an dan As-‎Sunnah, maka pertama, tugas kita sebagai kolega harus memberikan peringatan atau nasihat. ‎Itulah fungsi amar ma'ruf nahi munkar yang dilakukan ustadz, kiai, ulama bahkan merupakan ‎kewajiban kita semua. Tujuannya agar kemaslahatan dan kesinambungan alam semesta ini tetap ‎terpelihara. Namun tak sedikit manusia yang tetap membandel, egois, semau gue, memperturut ‎hawa nafsunya; maka wajar kemudian jika sang komisaris perusahaan alam semesta ini Alloh ‎SWT, memberikan sanksi yang lebih berat kepada manusia, sebagai manager. Bahkan kesalahan ‎sang manager perusahaan terkadang dapat menimbulkan efek domino yang merugikan pihak-‎pihak lain. PHK karyawan, penghentian projek atau produksi, merusak sistem pasar bahkan dalam ‎lingkup yang lebih besar dapat mengoyak tatanan sosial. Dalam kondisi yang paling parah ‎perusahaan juga dapat dinyatakan pailit atau bangkrut dan ditutup oleh sang pemilik.‎
Begitulah personifikasi pengelolaan alam semesta termasuk bumi ini. Jika manusia sebagai ‎managernya, terus menerus melakukan penyimpangan dari ketentuan dan aturan main yang telah ‎digariskan oleh Alloh SWT atau dengan kata lain selalu bermaksiat kepada-Nya, maka jika sang ‎Pemilik memberikan sanksi dapat menimbulkan efek domino yang melebar. Bisa jadi yang ‎melakukan kemunkaran hanya seorang, atau sekelompok orang, tapi orang-orang yang tak ‎bersalah seperti anak-anak dapat menjadi korban; bahkan juga hewan, tumbuhan, dan harta benda ‎lainnya. Itulah yang terjadi dengan musibah-musibah yang menimpa di negeri kita atau belahan ‎bumi lainnya.‎
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ‏
Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang ‎beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha ‎Mengetahui segala sesuatu.(QS. Taghobun: 11)‎

Dalam kondisi yang paling parah jika alam semesta ini dianggap tidak layak lagi ‎beroperasi, karena bangunan dan system jaringannya sudah tidak normal, maka sang Pemilik ‎akan menyatakan pailit atau bangkrut dan alam semesta ditutup. Itulah yang disebut kiamat ‎kubro. Alam semesta ini dihancurkan sehancur-hancurnya. Manusia yang diberikan tanggung ‎jawab mengelola dunia ini semuanya di PHK dan dipindahkan ke alam lain untuk diperhitungkan ‎satu persatu mengenai pekerjaannya. Jika bekerja dengan baik, maka kebaikan sebesar atom pun ‎akan diberikan upahnya, begitu pula sebaliknya.‎
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُ * وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَهُ ‏
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat ‎‎(balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia ‎akan melihat (balasan)nya pula.‎‏ )‏QS. Zalzalah 7-8).‎
‎ ‎
Musibah-musibah yang selama ini terjadi baik yang disebabkan oleh fenomena alam ‎seperti gempa bumi atau yang diakibatkan oleh ulah manusia seperti banjir, kebakaran, penyakit, ‎atau kecelakaan; dalam perspektif Islam dianggap kecil dan disebut sebagai kiamat sughra. ‎Musibah ini bisa sebagai sanksi atau peringatan dari Alloh SWT. Sanksi atau peringatan ini ‎kemungkinannya, kita dapat mencegahnya atau minimal menghindarinya. Caranya adalah ‎bertaqwa. Mencegah banjir, bentuk taqwanya adalah memelihara hutan dan tidak melakukan ‎illegal loging. Mencegah penyakit, bentuk taqwanya adalah pola hidup sehat, makan yang halal ‎dan baik.. dst..dst..‎

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ [الروم : 41‏
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, ‎supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka ‎kembali (ke jalan yang benar).‎

Jadi sekali lagi kuncinya adalah bertaqwa.‎
Musibah-musibah yang menimpa umat-umat terdahulu pun seperti yang telah disebutkan oleh ‎khatib tadi, seluruhnya diakibatkan karena tidak bertaqwa.‎

Allohuakbar 3X walilahilhamd..‎
Bertaqwa, itulah tujuan dilaksanakannya prosesi shaum Ramadhan selama 1 bulan penuh, ‎sebagaimana firman Alloh SWT. ‎
يأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ‏
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-‎orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. Al-Baqarah 183).‎
Ramadan dengan seluruh aktivitasnya sesungguhnya merupakan upaya meningkatkan ‎kepribadian muslim dan masyarakatnya menuju pribadi yang berkualitas, baik secara fisik maupun ‎mental spiritualnya. Kepribadian yang berkualitas ini, al-Quran mengistilahkannya dengan kata ‎Taqwa. Dan orang-orang yang berkualitas fisik dan mental spiritualnya disebut muttaqin. ‎
Berbicara tentang kualitas diri atau taqwa, dalam dimensi Islam sesungguhnya dapat ‎diukur dan bukan prilaku pasif dan beku. Tetapi merupakan sesuatu yang aktif dan dinamis. ‎Taqwa bukanlah kesadaran iman dalam arti percaya semata yang hanya dapat dirasakan oleh hati ‎seseorang. Tetapi taqwa adalah entitas yang riil, dapat diukur, dan tampak sebagai kenyataan ‎yang hidup. Taqwa dapat dirasakan akibatnya oleh diri sendiri dan orang lain. Seseorang ‎bertaqwa diukur oleh perwujudan lisannya, ekspresi tubuhnya, tindakan tangan dan langkah ‎kakinya, dan juga cara berfikir otaknya.‎
Taqwa dapat diukur secara riil dalam prilaku manusia. Dikatakan seseorang bertaqwa jika ‎setiap ujaran yang diluncurkan lisannya adalah sesuatu yang jujur, benar, dan santun. ‎Kesantunannya bertutur, tatkala berbicara dengan orang lain, tidak menimbulkan fitnah, ‎menyakiti perasaan, tidak menggunjing dsb. Wujud riil taqwa adalah ketika seorang istri di ‎tinggal suami ia mampu menjaga kehormatan dirinya dan harta suaminya. Wujud riil taqwa adalah ‎ketika seorang suami tidak bersama istrinya tapi mampu menjaga kesetiaannya. Wujud riil taqwa ‎adalah ketika seorang pedagang tidak menipu kepada pembelinya. Wujud riil taqwa bagi orang ‎miskin adalah ikhtiar mendapatkan harta yang halal. Wujud riil taqwa bagi orang kaya adalah ‎banyak bersedekah menyantuni fakir miskin dan yatim piatu. Wujud riil taqwa adalah ketika ‎seorang karyawan tetap bekerja dan disiplin saat atasannya tidak ada. Wujud riil taqwa adalah ‎ketika seorang pejabat tidak menyalahgunakan jabatannya. Wujud riil taqwa adalah ketika ‎seorang penguasa atau pemimpin menjalankan amanahnya mengurusi rakyat dengan baik.‎
Itu adalah wujud-wujud riil taqwa. Mengapa demikian? Karena orang yang bertaqwa ‎orientasi hidupnya hanya kepada Allah SWT. Ketika seorang berpuasa dalam keadaan sendiri dan ‎makanan ada di depannya, karena orientasi puasa kita karena Alloh maka kita tak berani ‎memakannya. Ketika suami sendiri, padahal di sekitar kita banyak wanita menjajakan diri, suami ‎bertaqwa tidak takut istri, tapi takut dosa kepada Alloh. Ketika pejabat di ruangan sendiri, ‎milyaran uang berada dalam laci, pejabat bertaqwa tidak takut KPK, tapi takut kepada Allah. ‎dst..dst..dst
Pertanyaan selanjutnya: Mengapa kita harus bertaqwa?‎
Jawaban singkat yang pertama: adalah agar Allah tidak murka kepada kita. Jika Alloh murka ‎maka yang kena bukan hanya kita, istri kita, suami kita, anak kita, saudara kita, tetangga kita, ‎penduduk sekampung, bahkan rakyat senegara. Kedahsyatan murka Alloh sesuai dengan kadar ‎kesalahan kita.‎
لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala ‎‎(dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.‎
‎ (QS. Al-Baqarah 286).‎
Mengapa kita harus bertaqwa?‎
Jawaban yang kedua: karena taqwa adalah tujuan antara atau jembatan penghubung dalam ‎mencapai kebahagian yang menjadi tujuan utama manusia. Semua manusia pasti mendambakan ‎hidup bahagia. Tapi terkadang ukuran kebahagiaan seseorang itu berbeda. Tapi Islam memberikan ‎tuntunan untuk mencapai hidup bahagia yang hakiki. Bahagia di dunia dan bahagia di akhirat ‎kelak. ‎

Pertanyaan selanjutnya: Apa hubungan taqwa dengan bahagia?‎
Dalam al-Quran banyak ayat yang mengaitkan taqwa dengan bahagia. Misalnya:‎

وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Bertaqwalah kalian kepada Allah agar kalian memperoleh kebahagiaan (QS Ali Imran 200)‎
فَاتَّقُواْ اللّهَ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Maka bertaqwalah kalian kepada Allah wahai orang-orang yang berakal agar kalian memperoleh ‎kebahagiaan (QS. Almaidah 100).‎
Dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang bunyinya serupa.‎

Allohuakbar 3x walillahilhamd

Ada enam kiat yang diajarkan Islam agar kita bisa hidup bahagia. Kiat-kiat tersebut ‎semuanya berkaitan dengan nilai taqwa :‎
Pertama, Hidup bergantung hanya kepada Allah SWT. (Allohushomad) ‎
Jika perbuatan kita ingin punya nilai, maka harus senantiasa didasari oleh orientasi kepada ‎Allah Penguasa alam semesta. Jika sebaliknya, kita melakukan suatu perbuatan dimana kita ‎mengharapkan pujian dari manusia, manakala tidak ada yang memuji, maka hati kita akan kecewa, ‎merasa sedih, dan galau. Begitu juga dalam bekerja, jika ingin dinilai ibadah, maka baik ada orang ‎maupun tidak ada, ada atasan ataupun tidak; kita tetap bekerja dengan baik, karena kita hanya ‎berorientasi kepada Allah SWT. Jika orientasi hidup kita sudah kepada Allah, maka apapun sikap ‎manusia terhadap diri kita; jika memuji kita tak akan lupa diri, dan jika menyakiti, kita tak akan ‎kecewa dan sakit hati. Begitu pula terkadang kita menghadapi ketakutan dan kekhawatiran dalam ‎menghadapi kehidupan, misalnya khawatir pesawat yang kita tumpangi jatuh. Kekhawatiran ini ‎akan menimbulkan ketidaktenangan. Apabila kita menghadapi hal seperti itu, maka satu-satunya ‎cara agar kita terbebas dari kecemasan dan ketakutan tersebut adalah dengan menggantungkan ‎diri kita kepada Allah SWT Sang Pemilik dan Pengatur alam semesta.‎
Sikap mental seperti inilah sumber ketenangan dan ketenangan akan menghasilkan kebahagiaan. ‎
Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. ‎Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.(QS Al-Fajr ‎‎27-30)

Kedua, melaksanakan perintah Alloh dan menjauhi larangan-Nya. ‎
Agar kita hidup bahagia, maka cara yang harus kita lakukan adalah melaksanakan perintah-Nya ‎dan menjauhi larangan-Nya. Menyimpang dari aturannya hanya akan menimbulkan masalah ‎dalam diri kita, dan masalah akan mengakibatkan rasa gelisah dan tidak tenang. Semakin jauh kita ‎menyimpang dari ketentuannya akan semakin banyak masalah yang ditimbulkan, dan semakin ‎banyak masalah yang muncul, akan semakin galau kehidupan kita.‎

Ketiga, banyak beristighfar dan berdzikir ‎
Tak ada manusia yang tak pernah melakukan dosa atau kesalahan. Tetapi menyimpan rasa salah ‎dan dosa dalam diri kita hanya akan menimbulkan kesengsaraan jiwa kita.. Maka untuk ‎mengobatinya adalah dengan mohon ampun dan berdzikir agar dosa yang meracuni jiwa kita ‎dihapuskan. Selain itu berdzikir mengingat Allah walaupun hanya dengan lisan dan suara hati, ‎akan memberikan aura pada jiwa kita berupa ketenangan.‎
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
‎(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. ‎Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram (Ar-Ra'du 28).‎

Keempat, segera meminta maaf bila melakukan kesalahan pada sesama manusia.‎
‎ Sebagai manusia, mungkin saja kita membuat kesalahan kepada teman, rekan, saudara, ‎tetangga atau orang lainnya. Agar kita tidak terus merasa cemas, was-was dan gelisah sebagai ‎akibat dari kesalahan yang kita buat kepada orang lain tersebut. Kita jangan ragu dan gengsi ‎untuk meminta maaf, apabila kita memang berbuat salah kepada orang lain.‎
Kelima, merasa cukup (Qanaah) dan bersyukur.‎
Bersikap merasa cukup atas apa yang telah Allah berikan kepada kita akan menimbulkan ‎rasa syukur. Sikap bersyukur dengan merasa cukup ini akan membebaskan kita dari hawa nafsu ‎untuk selalu memiliki yang lebih dan lebih tanpa ada rasa puas. Sikap selalu merasa kurang akan ‎membuat hati kita terus-menerus dilanda gelisah yang membuat jiwa kita tidak tenang. Rasa tidak ‎puas adalah perasaan yang ditumbuhkan oleh hawa nafsu yang tanpa batas dan dapat ‎menjerumuskan kita pada kesengsaraan batiniah.‎
Keenam, banyak memberi. ‎
Kiat yang terakhir yang harus kita lakukan agar kita hidup merasa bahagia adalah dengan ‎banyak berbagi kepada orang lain, terutama kepada orang-orang yang nasibnya tidak sebaik kita. ‎Meskipun orang yang diberi itu merasa senang, tapi batiniah orang yang memberi jauh merasa ‎lebih berbahagia, karena tangan di atas itu lebih baik dari pada tangan di bawah. Kita harus terus ‎berupaya agar apapun yang kita miliki memiliki dampak dan nilai manfaat yang dirasakan oleh ‎orang lain yang ada di sekitar kita.‎

Itulah enam kiat bahagia yang semuanya sesungguhnya mencerminkan wujud taqwa. Jika ‎setiap kita melaksanakan wujud taqwa ini maka kita pasti akan memperoleh kebahagian dan di ‎jauhkan dari musibah dan malapetaka. ‎
Marilah kita ubah musibah yang mungkin telah menimpa diri kita atau masyarakat kita; ‎menjadi sebuah nikmat agar hidup bahagia dunia dan akhirat. Caranya dengan mengubah perilaku ‎pribadi dan perilaku masyarakat kita. Sebagai individu, marilah kita buang arogansi Fir`aun, ‎kerakusan Qarun, kelicikan Haman dan kemunafikan Bal`am. Sebagai bangsa, marilah kita ‎tinggalkan sikap feodal kaum Nuh, kesombongan kaum `Ad, keserakahan kaum Tsamud, tabiat ‎menyimpang penduduk Sodom, dan kecurangan penduduk Aikah.‎
‎ Insya Allah, pribadi kita khususnya akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan di ‎akhirat, dan bangsa Indonesia umumnya akan kembali ke tempat terhormat penuh rahmat. ‎Sebagaimana disebutkan dalam al-Quran:‎
بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ (سبأ : 15)‏
Negara aman makmur gemah ripah lohjinawi dalam ampunan rabul izzati.‎

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى الْقُرْءَانِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الأيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ،
‏ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيْمُ.‏
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذَا وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ ‏مِنْهُمْ وَالأَمْوَات فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.‏





















KHUTBAH KEDUA

اَللهُ أَكْبَرُ‎, ‎اَللهُ أَكْبَرُ‎, ‎اَللهُ أَكْبَرُ‎ * ‎اَللهُ أَكْبَرُ‎, ‎اَللهُ أَكْبَرُ‎, ‎اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ*‏
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاَ. ‏
الحمد لله الذى خلق الموت والحياة ليبلوكم أيكم أحسن عملا، ‏
أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَحْدَهُ َلا شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
‏ الذي بلغ الرسالة، وأدّى الأمانة، ونصح الأمة، وجاهد في الله حق جهاده، ‏
‎ ‎اللَّهُمَّ فصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى هذا النبي الكريم سيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِينَ ‏
لهم بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ‎.
أَمَّا بَعْدُ, فَيَا عِبَادَ الله إِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ‏‎.‎

Dalam khotbah kedua ini sebelum kita berdoa, marilah kita saling memaafkan, bebaskan ‎rasa dendam dalam diri kita agar kita menjadi pribadi yang suci bebas dari dosa baik kepada ‎Allah maupun kepada sesama. Marilah kita memanjatkan doa kepada Allah `Azza wa Jalla. ‎Semoga Dia berkenan mengabulkan segala permohonan kita.‎
إن الله وملائكته يصلون على النبي يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما اللهم صل وسلم على سيدنا محمد ‏وعلى آله وصحبه أجمعين. قل اللهم مالك الملك تؤتي الملك من تشاء وتنزع الملك ممن تشاء وتعز من تشاء وتذل من ‏تشاء بيدك الخير إنك على كل شيء قدير. تولج الليل في النهار وتولج النهار في الليل وتخرج الحي من الميت وتخرج ‏الميت من الحي وترزق من تشاء بغير حساب
Allohumma ya robbana…‎
Engkau saksikan kami pada pagi ini menundukkan kepala dengan kepasrahan dan ‎kerendahan hati. Kami yang hadir di sini adalah hamba-hambaMu yang lemah tanpa daya. ‎Hamba-hambaMu yang banyak dosa dan kesalahan ! Karena itu ya Allah ampunkanlah dosa-dosa ‎kami, dosa orang tua kami, saudara-saudara kami, guru-guru kami, handai taulan, muslimin dan ‎muslimat baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.‎

Ya Allah jangan Engkau tinggalkan dosa kami kecuali Engkau ampuni, jangan biarkan orang sakit ‎di antara kami, kecuali Engkau sembuhkan. Jangan Engkau tinggalkan seorang dalam keadaan ‎susah dan resah kecuali Engkau segerakan kebahagian. Jangan Engkau jadikan dosa-dosa kami ‎sebagai penghalang dari rahmat dan magfirahMu. Dan jangan jadikan dosa-dosa kami sebagai ‎penghalang limpahan rizkiMu. ‎

Ya Allah, Jangan biarkan tumbuh dalam hati kami rasa hasud, iri dengki, dendam, permusuhan ‎dan perselisihan. Jadikan jiwa dan hati kami berkumpul di atas mahabbah dan kecintaan ‎kepadaMu, himpunlah jiwa kami dalam ketaatan kepadaMu. ‎

Ya Allah, kami bersyukur atas karunia yang Engkau berikan berupa amanah kehidupan. pasangan ‎hidup, anak-anak, cucu-cucu, pekerjaan, kekayaan. Untuk itu ya Allah bantulah kami dari ‎kelemahan-kelemahan kami, jangan sampai semua itu menjadi fitnah bagi kami di dunia, terlebih ‎di akhirat. Jadikan itu perhiasan hidup dan penyejuk hati yang dapat mengokohkan iman kami ‎dan membawa kebahagiaan. ‎
Ya Allah kokohkan ikatan persaudaraan kami, kekalkan cinta di antara kami, tunjukkan kami, ‎dengan sinarMu yang tak pernah pudar, hiasi jiwa kami dengan tawakal kepadaMu, hidupkan ‎jiwa kami dalam ma’rifah kepadaMu dan matikan kami dalam keadaan khusnul khotimah.‎

Ya Allah, tunjukilah para pemimpin bangsa kami ke jalanMu yang lurus, berilah mereka kesabaran ‎dalam memberikan yang terbaik untuk bangsa dan negara ini, sadarkan orang-orang yang zhalim ‎di antara mereka, jauhkanlah musibah dari kami dan bangsa kami. Berilah kesabaran kepada ‎orang-orang yang terkena musibah, Ya Allah, angkatlah bangsa kami dari jurang kehinaan, ‎bimbinglah para pemimpin kami ke arah kebaikan, dan tunjukkan bagi kami jalan keselamatan ‎dunia dan akhirat agar kami tidak tersesat. Ya Alloh, Engkau Maha Mendengar dan Maha ‎Mengabulkan. Kabulkanlah doa kami.‎

Allaahumma innaa nas’aluka l-`afwa wa l-`aafiyah, wa l-mu`aafaata d-daa’imah, fi d-diini wa d-‎dunyaa wa l-aakhirah, wa l-fauza bi l-jannah, wa n-najaata mina n-naar.‎

Allaahumma innaa nas’aluka muujibaati rahmatik, wa `azaa’ima maghfiratik, wa s-salaamata ‎min kulli itsm, wa l-ghaniimata min kulli birr, wa l-fauza bi l-jannah, wa n-najaata mina n-naar.‎
Allaahumma innaa nas’aluka iimaanan kaamilaa, wa yaqiinan shaadiqaa, wa `ilman naafi`aa, ‎wa rizqan waasi`aa, wa qalban khaasyi`aa, wa lisaanan dzaakiraa, wa halaalan thayyibaa, wa ‎taubatan nashuuhaa, wa taubatan qabla l-mauut, wa raahatan `inda l-mauut, wa maghfiratan wa ‎rahmatan ba`da l-mauut, wa l-`afwa `inda l-hisaab, wa l-fauza bi l-jannah, wa n-najaata mina n-‎naar.‎
Rabbanaa aatinaa fi d-dunyaa hasanah, wa fi l-aakhirati hasanah, wa qinaa `adzaaba n-naar, wa ‎adkhilna l-jannata ma`a l-abraar, yaa `aziiz, yaa ghaffaar, yaa rabba l-`aalamiin.

وجعلنا الله و إياكم من العائدين والفائزين المقبولين

Was-salaamu `alaikum wa rahmatu l-Laahi wa barakaatuh.‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar